Rotasi 73 Kepsek SMK PK oleh Pj Gubernur Banten Tuai Kecaman, Diduga ada Transaksi Jual Beli Jabatan Untuk Kepentingan Penguasa Zalim
SERANG,Kalimati.id - Langkah kebijakan Pj Gubernur Banten Al Muktabar melakukan Rotasi dan Promosi kepada 73 orang Kepala SMAN, SMKN dan SKhN di lingkungan Pemprov Banten, pada Agustus 2024 lalu menuai kecaman.
Ketua Lembaga Kajian Monitoring Banten (LKMB), Putera Yudha mengecam dengan keputusan Pj Gubernur Banten melakukan Rotasi dan Promosi jabatan kepada 73 Kepala SMAN, SMKN dan SKhN yang disinyalir ada kepentingan kekuasaan dan transaksional jual-beli jabatan.
Pasalnya, ungkap Yudha, ada beberapa Kepala sekolah diduga belum melaksanakan tugasnya sebagai Kepala sekolah Pusat Keunggulan (PK) selama 4 tahun, namun turut dipindahkan. Menurutnya kebijakan tersebut bertolak belakang dengan lampiran Kepmendikbud No. 17/2021 Tentang Program SMK PK.
Sambung Yudha menerangkan, semestinya Gubernur Banten menyertakan izin dari Dirjen Vokasi Kemendikbud, karena orang yang mendapat promosi jabatan diduga belum memenuhi masa kerja 4 tahun sebagai Kepala Sekolah pada SMK PK, bahkan belum dilaksanakan.
"Rotasi Kepsek SMK PK seharusnya dipindah ke SMK PK, itupun jika telah menyelesaikan programnya selama 4 tahun,"ungkapnya.
Lanjut Yudha, bahwa memutasi guru penggerak jelas diatur dalam Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI Nomor 371/M/2021 tentang Sekolah Penggerak (Kepmendikbudristek Sekolah Penggerak). Hal ini merupakan implementasi dari Nota Kesepakatan yang telah ditandatangani oleh dua pihak.
Nota Kesepakatan yang telah ditandatangani adalah bentuk keseriusan dalam mendukung program pemerintah dibidang Pendidikan khususnya sekolah penggerak. Nota Kesepakatan itu ditandatangani atas dasar goodwill dalam sebuah produk hukum.
Adapun para pihaknya adalah Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah dan para kepala daerah provinsi/kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.
“Rotasi kemarin jelas merugikan kepada para Kepala Sekolah, selain belum menyelesaikan programnya juga dimutasikan ke sekolah yang jauh.” beber Ketua Lembaga Kajian Monitoring Banten (KMB), Putra Yudha kepada wartawan, Rabu, 20/11/2024.
Kemudian, papar Yudha, nota Kesepakatan dalam rangka menyukseskan program Sekolah Penggerak meliputi tiga hal penting. Tiga ruang lingkup yang harus disepakati yaitu : 1) Tidak melakukan rotasi perangkat Pendidikan, 2) Kesediaan alokasi anggaran daerah, dan 3) Pembentukan kebijakan daerah.
Jaminan atas tiga hal penting dimaksudkan agar Program Sekolah Penggerak pada satuan pendidikan bisa berjalan hingga tuntas.
"Jadi jika melakukan rotasi, akan dapat menyebabkan tidak sinergi dan gagalnya rencana yang telah disusun oleh Sekolah Penggerak,"kata dia.
Lebih jauh Yudha mengupas, regulasi dan komitmen khusus yang muncul dapat menjadi pengecualian. Hal khusus yang dapat menjadi larangan melakukan mutasi adalah Kepmendikbudristek Sekolah Penggerak.
Dan kemudian pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system Pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang, juga berdasarkan peraturan Pasal 31 UUD NRI 1945 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan yang berkualitas.
"Jadi jelas disini bahwa pengelolaan Pendidikan yang serius, sungguh-sungguh dan bertanggung jawab merupakan mandat konstitusi.
Penandatanganan Nota Kesepakatan merupakan bukti keseriusan pemerintah daerah dalam mendukung program nasional sekolah penggerak, namun masih banyak pihak yang belum memahami betul tentang Nota Kesepakatan dalam Program Sekolah Penggerak,"ungkapnya.
Diketahui, nota Kesepakatan merupakan sebuah pedoman bagi Kemendikbudristek dan pemerintah daerah dalam menjalin kerja sama strategis untuk penyelenggaraan Program Sekolah Penggerak.
Diantara tiga komitmen pokok yang paling rawan untuk dilanggar adalah masalah mutasi perangkat pendidikan yaitu Guru dan Kepala Sekolah Penggerak.
Kesediaan pemerintah daerah untuk tidak merotasi pengawas atau penilik, Kepala Satuan Pendidikan, Guru atau Pendidik PAUD, dan Tenaga administrasi satuan pendidikan selama paling sedikit 4 (empat) tahun di Sekolah penggerak (khusus untuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah), kecuali telah memperoleh izin dari pemimpin unit utama terkait pada Kemendikbudristek.
Hal ini perlu dipahami semua pihak pemangku kepentingan pendidikan sehingga tercipta ketertiban dan keselarasan dalam mewujudkan program sekolah penggerak di daerah.
“yang sudah terjadi, Kepala SMKN 3 Cilegon dipindahkan ke SMKN Ciruas, Kepala SMKN 4 Cilegon dipindahkan ke SMKN 5 Kota Serang, Kepala SMKN 1 Pulo Ampel dipindahkan ke SMKN Kragilan dan lainnya. ” paparnya.
Berikut ini adalah daftar Kepala sekolah penerima bantuan PK di Provinsi Banten dari Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbud.
A. PK hospitality
1. SMKN 1 kota serang
2. SMKN 1 Pandeglang
3. SMKN 3 kota Tangerang
4. SMKN 7 kabupaten Tangerang
B. PK pemesinan dan konstruksi
1. SMKN 5 kota serang
2. SMKN 1 Cikande
3. SMKN 2 Tangsel
4. SMKN 5 kabupaten Tangerang
C. PK ekonomi kreatif
1. SMKN 4 kabupaten Tangerang
2. SMKN 3 tangsel
D. Pk kerjasama luar negeri
1. SMKN 1 Cilegon
E. Pk lainnya
1. SMKN 2 Pandeglang.
Dari daftar tersebut, menurut Yudha tidak ada keselarasan dengan bunyi dari Permedikbud No.40/2021. Yudha menilai ada kesewenangan dalam menjalankan kekuasaan.
“Kami sangat mengecam tindakan Abuse of power.” tukasnya.
Ketua Lembaga Kajian Monitoring Banten itupun meminta agar Kemendikbudristek segera turun tangan menyikapi rotasi, mutasi dan promosi jajaran Kepala Sekolah Tingkat SMAN dan SMKN serta SKhN di lingkup Dinas Pendidikan Provinsi Banten, yang disinyalir sarat untuk kepentingan penguasa zalim.
(Redaksi : Putera)